Makhluk hidup dan alam. Sains dan mitos. Perhitungan dan naluri. Manusia dan Merapi. Di mana satu pihak bertentangan dengan pihak lainnya, tetapi diharuskan untuk hidup berdampingan dengan ideologi yang tertanam dalam jiwa masing-masing. Manusia tercipta dari alam, tetapi manusia sendiri mencoba mengintervensi sesuatu yang menjadi pembentuknya – sesuatu yang seharusnya dibiarkan eksis tanpa intervensi apapun dan dari siapapun. Di penghujung hari, pertanyaan yang seharusnya membungkam kita semua dalam satu birama adalah.. Apakah manusia yang bertahan dari Merapi, atau justru Merapi yang terus gigih bertahan dari sikap-sikap egoistik manusia terhadap alam?

”Monisme” berusaha menjawab pertanyaan itu dengan cara menolak bertutur dalam satu bentuk yang mengikat. Menyentuh secara emosional dan memantik perasaan melalui bentuk fiksi. Hal-hal yang tidak bisa dituturkan lewat naratif, kemudian dibingkai dengan sentuhan-sentuhan eksperimental. Dan dokumenter.. adalah sang pembawa fakta untuk menjawab dan meyakinkan kita akan hal-hal tak terpungkiri yang terjadi di Gunung Merapi. Namun, hal tersebut membawa kita pada pertanyaan kedua: pada akhirnya, apakah ketiga bentuk itu dapat melebur dan berdampingan bersama? Atau justru seperti eksistensi manusia itu sendiri, yang pada dasarnya tidak pernah akur dengan alam meski telah berusaha mendefinisikan kata “akur” dengan dikotomi pribadinya?